d e s a i n ! A r s
i t e k t u r
m a j a l a h e k s p l o r a s
i d e s a i n & a r s i t e k t u r
EDISI #3 JUNI 2000
Arus Kapitalisme Global dan Masa Depan Arsitektur Indonesia
M. Ridwan Kamil*
Saat ini beragam strategi dan reposisi profesi
arsitek di negara maju telah banyak dilakukan dalam menyikapi gelombang ekonomi baru yang
lazim disebut kapitalisme global. Cepat atau lambat sistem ekonomi dengan pendekatan pasar
bebasnya ini akan menjadi ancaman serius bagi bidang arsitektur di Indonesia. M. Ridwan
Kamil* menelaah fenomena-fenomena dan studi kasus yang terkait dengan isu kapitalisme
global tersebut, termasuk bagaimana dunia arsitektur di Indonesia bisa secara waspada
menyikapinya.
Dalam beberapa dekade di akhir abad ke-20 lalu, dunia dikejutkan oleh cepatnya perubahan
pada tatanan wajah dan peradaban dunia oleh kemajuan teknologi informasi. Menurut sosiolog
Manuel Castels (1994) dalam "Technopoles of the World", tata nilai peradaban
dunia ini sedang menjalani perubahan dramatis oleh tiga fenomena historis, yaitu: revolusi
teknologi informasi, sistem ekonomi global dan produk ekonomi baru yang disebut weightless
economy.
Revolusi teknologi informasi yang dimulai sejak peluncuran satelit komunikasi ke angkasa
luar di akhir tahun 60-an, dinilai Castels sebagai bench-mark yang sama pentingnya dengan
revolusi industri di abad 19. Pergerakan sinergis antara teknologi telekomunikasi dengan
teknologi komputer dan internet telah merevolusi cara orang berkomunikasi, bertukar
informasi maupun beraktivitas ekonomi.
Saat ini, dengan mobile phone orang bisa berkomunikasi verbal keseluruh belahan bumi ini
dengan leluasa. Dengan internet, orang bisa secara virtual melakukan beragam aktivitas via
satu media, seperti mencari informasi, berdagang, belajar, berkomunikasi, mencari jodoh,
maupun menonton hiburan.
Fenomena berikutnya adalah terbentuknya sistem ekonomi global yang pergerakannya menembus
batas-batas geografis atau borderless economy. Sistem yang beraroma kapitalis ini
memperlakukan dunia sebagai satu kesatuan entitas ekonomi secara utuh dengan konsep satu
planet dan satu kebutuhan (bergerak-berinteraksi). Menurut pengusung konsep globalisasi,
Kenichi Ohmae, dalam kurun 30 tahun mendatang fenomena ini akan melahirkan 100-an
kota-kota yang mandiri sesuai dengan derajat interaksi dalam kehidupan komunitas ekonomi
global seperti halnya kota New York, London, Singapore maupun Bombay.
Menurut futurolog muda Dimitri Mahayana (2000) yang mengutip David C. Korten dalam
"When Corporations Rule The World", kapitalisme global sebagai sistem ekonomi
masa depan ini sebenarnya terbentuk oleh empat pelaku utama. Pelaku pertama adalah
perusahaan-perusahan berskala korporasi raksasa sebagai pembonceng dan pemain utamanya.
SOM, RTKL atau HOK Architects adalah contohnya untuk bidang arsitektur. Pelaku kedua
adalah negara-negara penguasa ekonomi dan penganjur pasar bebas dunia dalam hal ini
Amerika Serikat dan Eropa Barat.
Pelaku ketiga adalah kaum teknokrat yang merancang sistem kapitalisme global ini lengkap
dengan segala agenda tersembunyinya, seperti IMF atau Bank Dunia. Pelaku keempat adalah
kaum intelektual sendiri yang kerap memprovokasi konsep kapitalisme global ini, seperti
halnya John Naisbitt ataupun Alvin Toffler. Kemudian pada perkembangannya, sistem
kapitalisme global ini seringkali dibonceng oleh pelaku ekonomi berskala korporasi dalam
merebut pasar di negara-negara dunia ketiga melalui jerat bantuan badan-badan donor
internasional.
Fenomena terakhir dalam analisa Castels adalah lahirnya produk ekonomi baru yang tidak
lagi mengandalkan pada perdagangan barang secara fisik melainkan pada transaksi ekonomi
berbentuk saham atau mata uang. Menurut Direktur London School of Economics, Anthony
Giddens (1999), nilai kapital weightless economy ini sudah jauh melebihi nilai pergerakan
perdagangan barang. Pesatnya perkembangan teknologi informasi, menurut Giddens,
mengakibatkan transaksi berbasis non-stop 24 jam ini mengalami percepatan yang sungguh
luar biasa dalam kurun waktu 10-15 tahun terakhir.
Fenomena weightless economy ini semakin menarik ketika para dotcoms atau perusahaan
berbasis internet yang tak punya catatan keuntungan pun ternyata bisa dengan mudah
memperoleh market capitalization yang luar biasa besar. Bahkan sebuah perusahaan internet
search-engine bernama Yahoo!, menurut pengamat ekonomi Krisnadi Yuliawan (2000), nilai
sahamnya bisa mencapai sekitar US$ 82 trilyun. Sebuah nilai yang hampir sebanding dengan
ekonomi Australia.
***
Perubahan orientasi ekonomi dunia ini disadari betul oleh konsultan-konsultan arsitektur
di negara maju. Mereka dengan sigap kemudian melakukan penyesuaian melalui beragam inovasi
untuk memperbaiki kinerja operasionalnya. Menurut Arsitek Raymond Kappe (2000), di Amerika
Serikat sekarang ini hampir 100 persen dari konsultan arsitektur yang berpraktek aktif
sudah dikomputerisasi. Karena selain alasan efisiensi, komputerisasi yang dibantu oleh
kemajuan teknologi informasi, seperti internet, memungkinkan mereka melakukan mobilitas
komunikasi jarak jauh dan desentralisasi pekerjaan.
Peluang besar dari pasar yang ditawarkan oleh kapitalisme global ini direspons dengan
banyaknya firma arsitektur kelas dunia merapatkan barisan dengan merger membentuk sistem
korporasi. Contoh-contoh hal ini dapat dilihat ketika konsultan DMJM dan Paul Keating
merger membentuk DMJM Keating Architects, I.M Pei merger membentuk Pei Cobb Freed
Architects, atau HOK mengakuisisi beberapa konsultan arsitektur di London, Warsawa dan
Brisbane di bawah bendera HOK.
Mereka pun dengan giatnya membentuk banyak kantor cabang di lokasi-lokasi potensial di
seluruh dunia. Dengan cara inilah mereka mampu mereguk pasar-pasar arsitektur dunia
melalui kekuatan performa cutting-edge teknologinya, kemudahan network data/gambar,
portfolio kolektif maupun desentralisasi kontrol proyek dan sumber daya manusianya.
Strategi lain yang dilakukan adalah dengan spesialisasi pekerjaan. Gaya lama dengan
menerima seluruh jenis proyek untuk dikerjakan oleh satu kantor sudah mulai ditinggalkan.
Konsultan Wimberly Allison Tong & Goo (WATG) menjadi besar karena mengkhususkan diri
pada proyek-proyek perhotelan dan leisure saja. HOK Sports menjadi yang terbesar sedunia
karena hanya fokus pada proyek-proyek sarana olahraga saja.
Strategi yang sama juga dicoba dilakukan oleh Development Design Group (DDG) dari AS dalam
merebut pasar di Indonesia sebelum krisis. DDG memfokuskan diri pada proyek komersial
besar seperti Shopping Mall atau Hotel dan proyek master plan perumahan atau real estate.
Belasan fungsi komersial seperti Pondok Indah Mall I dan II, Hotel/Mall Ciputra, Ancol
Walk, Kota Casablanca, ataupun Bandung Mall adalah contoh yang mereka kerjakan sebagai
hasil dari strategi ini.
Proyek-proyek berskala raksasa seperti Kota Legenda, Ancol Baru, Pantai Indah Kapuk,
Telaga Kahuripan maupun proyek kontroversial Kapuk Naga juga bisa mereka peroleh melalui
kekuatan strategi spesialisasi ini. Selain selalu menjaga performa profesionalisme kerja,
mereka juga memanfaatkan betul kelemahan mental pelaku properti di Indonesia yang
cenderung western minded sebagai efek dari gegar budaya globalisme.
Di negara Barat khususnya Amerika Serikat secara umum konsultan arsitektur dapat dibagi
menjadi dua jenis berdasarkan filosofi kerjanya. Yang pertama adalah Master Architect
Firms, yang berkembang karena nama besar si pendirinya. Richard Meier Architects, Cesar
Pelli & Partners, Frank O'Gehry, Eisenman Architects, Renzo Piano Building Workshop
maupun Foster & Partners adalah contoh-contoh dari jenis yang pertama ini.
Yang kedua adalah Corporate Architecture Firms, yang menjadi besar karena sifat
ekspansifnya. Mereka juga biasanya tidak mengandalkan kekuatan desain pada superstar
architect, namun lebih kepada karya kolektif dengan beragam langgam arsitektur dan sifat
kontemporernya. Helmuth, Obata + Kassabaum (HOK), Skidmore, Owings & Merril (SOM),
Kohn Pedersen Fox (KPF), Wimberly Allison Tong & Goo (WATG), Gensler Inc., maupun RTKL
adalah contoh-contoh dari jenis yang kedua ini.
Menariknya, jenis yang kedua ini sering memperlakukan arsitektur sebagai sebuah industri
dan bisnis. Bagi mereka, kata sukses lebih banyak diukur oleh berapa besar revenue yang
bisa mereka dapatkan setiap akhir tahun. Untuk itu biasanya mereka membangun branch office
yang banyak dan divisi marketing yang besar untuk membantu satu direktur yang kerjanya
hanya melulu mengejar proyek. Dengan beberapa pengecualian, tidaklah mengherankan jika
karya-karya mereka tidak banyak memberi sumbangan yang berarti pada perkembangan
arsitektur dunia, dan biasanya tidak sebaik karya-karya para master architect.
Studi Kasus: HOK Architect Inc. Amerika Serikat
Berikut akan coba dijelaskan secara singkat bagaimana teknologi informasi dan komputer
benar-benar diberdayakan secara maksimal oleh sebuah konsultan besar di Amerika Serikat.
Studi kasusnya memilih konsultan HOK Architects Inc. karena dianggap bisa mewakili
perilaku korporasi arsitektur di negara Barat dalam menyikapi peluang dari sistem
kapitalisme global tesebut.
HOK sesuai dengan akronimnya didirikan oleh Helmuth, Obata dan Kassabaum di tahun 1955.
Dari 28 orang di awal pendiriannya di St. Louis AS, staf HOK kemudian berkembang pesat
menjadi sekitar 2000 orang yang tersebar di seluruh 24 kantor cabangnya. Tidaklah heran
jika beberapa tahun terakhir ini, HOK dinobatkan sebagai firma arsitektur terbesar di
dunia dari segi revenue tahunan dan jumlah arsitek yang dipekerjakan.
Untuk mengantisipasi persaingan global, HOK kemudian menerapkan spesialisasi jasa di
kantor-kantor cabangnya. HOK Sports di Kansas hanya fokus pada proyek sarana olahraga, HOK
New York berkonsentrasi pada Health Care dan Aviation, HOK San Francisco pada proyek
Planning dan Urban Design atau HOK Orlando pada Entertainment adalah contoh-contoh dari
strategi spesialisasi tersebut. Strategi lainnya adalah dengan membuka kantor cabang yang
berdekatan dengan region yang sedang booming proyek. Hal ini terlihat pada dibukanya HOK
Berlin dan HOK Shanghai untuk mengantisipasi proyek di Berlin dan Cina. Sementara pasar
Asia pada umumnya diantisipasi oleh HOK Hong Kong.
Untuk mengelola puluhan proyek dan 2000-an karyawan, tentulah dibutuhkan sistem network
yang baik dan handal. Pilihannya jatuh pada penggunaan intranet dan system area network
yang menjangkau lokal maupun skala regional. Dengan sistem ini, seseorang di New York bisa
dengan mudah mengkopi sebuah file dari local computer di kota lain. Seseorang juga bisa
memijit tombol enter untuk printing di kota Houston, tapi hasilnya tercetak oleh plotter
di kota Toronto. Media video-conferencing juga mulai digalakan untuk memudahkan komunikasi
antar kantor cabang. Media ini terbukti bisa menghemat biaya transportasi dan hotel sampai
puluhan ribu dollar tiap tahunnya yang biasanya dialokasikan untuk para peserta rapat.
Pernah terjadi, proyek 3 bulan bisa diselesaikan dalam waktu hanya 1 bulan. Di proyek
tersebut, kantor New York berkolaborasi dengan kantor Hong Kong yang perbedaan waktunya
mencapai 12 jam. Strateginya cukup unik, setelah jam kerja lembur di New York selesai
pukul 9.00 malam, seluruh gambar kemudian di upload ke intranet HOK melalui program FTP.
Dalam waktu bersamaan secara real time, di Hong Kong waktu sudah menunjukan pukul 9.00
pagi. Gambar-gambar kerja tadi kemudian di-download untuk segera dilanjutkan oleh para
arsitek HOK di Hong Kong. Jadi pada prinsipnya, proyek ini benar-benar dikerjakan non-stop
24 jam dengan koordinasi melalui video-conferencing setiap dua hari sekali.
Di HOK seluruh gambar dikerjakan dengan AutoCAD-14 atau versi 2000 untuk memudahkan
koordinasi dengan konsultan M/E maupun struktur yang juga menggunakan AutoCAD. Di Amerika
Serikat sendiri, 80 persen konsultan arsitektur menggunakan software gambar AutoCAD
keluaran Softdesk. Untuk mengontrol keseragaman kualitas gambar, tiap kantor cabang
memiliki CAD manager yang kerjanya rutin melatih para user lewat forum mingguan termasuk
menerapkan standar layer dan penamaan file gambar versi AIA.
HOK juga mencanangkan kampanye Best Practice yang bercita-cita agar seluruh dokumen
gambar, data spec, format kertas kerja, kop, image-image portfolio maupun detail-detail
konstruksi bisa secara digital disimpan di intranet yang disebut e-library. Dengan cara
ini, kantor cabang yang sedang bersaing untuk sebuah proyek, bisa dengan mudah mendownload
puluhan image portfolio proyek terbaru untuk kemudian dijadikan bahan proposal. E-library
yang memuat detail konstruksi digital ini juga telah terbukti menghemat 50 persen waktu
kerja dan cost pada tahap pengerjaan construction drawing.
Dalam hal pengembangan sumber daya manusia, HOK rutin mengadakan pelatihan mingguan untuk
meningkatkan kinerja CAD dan computer skills para arsiteknya. Ahli metode konstruksi dan
produsen building material terbaru selalu diundang rutin untuk presentasi, dimana
kehadiran para arsitek di forum ini akan diberi point untuk memenuhi sistem kredit profesi
AIA.
Dalam hal kesempatan kerja, HOK juga menerapkan aturan EOE (Equal Opportunity Employer).
Aturan ini melarang HOK melakukan diskrimasi terhadap calon pegawai karena perbedaan ras,
agama, orientasi seksual, suku bangsa maupun cacat fisiknya. Dengan sistem ini selama
calon pegawai ini qualified terutama dari segi computer skills, kesempatan kerja sangatlah
terbuka lebar termasuk untuk calon pegawai dari negara asing seperti Indonesia.
Kapitalisme Global: Ancaman atau Kesempatan?
Apa kiranya yang bisa kita lakukan dalam merespons arus kapitalisme global ini? Apa kita
hanya mau menjadi kaum 'global-skeptics' yang disebut Anthony Giddens (1999) sebagai kaum
yang menutup mata atas ancaman isu ini, dan hanya berharap banyak pada aturan proteksi
profesi? Ataukah kita justru akan ikut terlibat aktif seperti disebut Giddens sebagai
'hyper-globaliser', yang dengan segala keterbatasannya menjadikan ancaman ini sebagai
kesempatan?
Dalam menghadapi isu ini, ada beberapa saran-saran praktis sederhana yang bisa disikapi
baik dari perspektif professionalisme maupun dari daya saing sumber daya manusia.
Saran-saran praktis ini lahir dari hasil pengamatan dan pengalaman empirik penulis yang
terbatas, sehingga banyak hal-hal yang masih memungkinkan untuk diperdebatkan:
Dari perspektif professionalisme di bidang arsitektur:
Mulailah aktif membangun network, baik dengan
pihak luar negeri maupun dengan para kolega di daerah-daerah yang potensial. Contoh
menarik bisa dilihat ketika konsultan Arkonin saat krisis ekonomi lalu dengan aktif
merintis network dan transfer teknologi dengan Development Design Group di AS melalui
jaringan komunikasi internet. Networking ini sedikit banyak bisa menjaga keberlangsungan
hidup Arkonin pada saat paceklik proyek beberapa tahun kebelakang ini. Hal yang sama juga
bisa dilakukan dengan membangun networking dengan para kolega di berbagai daerah dalam
rangka mengantisipasi proyek-proyek potensial sebagai dampak dari otonomi daerah.
Desentralisasi sumber daya dan kekuatan portfolio kolektif hasil networking ini bisa
menjadi daya dukung yang efisien dalam bersaing mengejar dan mengerjakan proyek.
Untuk menjaga aspek sustainability perusahaan,
mulailah mencoba untuk memperlakukan bisnis arsitektur ini seperti halnya entitas ekonomi
non-jasa lainnya. Dirikan atau perbesar divisi marketing secara agresif melalui berbagai
media potensial. Penyebaran brosur-brosur, publikasi portfolio, pengiriman postcard ke
calon-calon klien, ataupun menyewa konsultan marketing professional ternyata banyak
dilakukan oleh konsultan-konsultan yang sudah mapan di AS dalam memperlebar jangkauan
pasarnya.
Mulailah mencoba memberdayakan komputer dan
teknologi informasi secara optimal. Gunakan internet/intranet sebagai sarana penyimpanan
data digital dan pencarian informasi. Manfaatkan homepage sebagai sarana marketing, dan
e-mail atau video-conferencing sebagai sarana komunikasi. Praktekkan prinsip Best Practice
yang dengan tertib dan disiplin, dengan cara menyimpan seluruh data proyek, portfolio
pekerjaan, standar kerja, detail-detail gambar ke dalam sistem e-library.
Mulailah mengoptimalkan penggunaan software
gambar CAD (AutoCAD atau sejenisnya), baik untuk drafting, analisa 3 dimensi, maupun
manajemen gambar. Di masa depan, persaingan akan kecepatan dan delivery time akan jadi
tolak ukur performa profesionalitas kerja. Biasakan menggunakan standar gambar CAD dengan
sistem internasional, seperti standar versi AIA. Perbanyak juga penggunaan software
desktop publishing untuk me-layout gambar-gambar presentasi, sehingga memudahkan
penyimpanan data secara digital untuk keperluan portfolio atau marketing.
Mulailah rajin mengadopsi isu-isu kontemporer
dalam standar internasional perancangan gedung dan lingkungan seperti Universal Design
(desain untuk penyandang cacat) maupun standar keamanan gedung dan fire protection. Di AS
sendiri, universal design act ini sudah bisa memaksa gedung-gedung dan fasilitas
infrastruktur publik generasi lama direnovasi agar bisa accessible untuk para handicap.
Mulailah mencoba berkonsentrasi pada kekuatan
desain yang dimiliki dan mengenali pangsa pasar yang paling diminati. Skala proyek dan
expertise Kerry Hill Architecs pada proyek-proyek resort dan leisure facilities adalah
contoh yang baik untuk ditiru. Jangan terlalu alergi juga dengan proyek-proyek pemerintah.
Walaupun banyak berbau KKN dan potongan-potongan siluman, sudah terbukti proyek-proyek
pemerintahlah yang tetap berjalan normal selama krisis ekonomi lalu. Jika punya komitmen
dan dedikasi kuat untuk komunitarian atau community-based development, bisa juga terjun
mengadvokasi proyek-proyek bantuan asing sebagai Konsultan Pembangunan. Dari pengamatan
singkat, jenis proyek ini termasuk yang jarang disentuh oleh konsultan-konsultan asing
Dari perspektif pengembangan sumber daya
manusia:
Mengingat banyaknya kendala dan keterbatasan
sekolah arsitektur di Indonesia dalam penyediaan fasilitas komputer dan teknologi
informasi, semangat belajar secara otodidak haruslah menjadi prinsip utama dalam
memperkuat kemampuan praktikal dan basis keilmuan para mahasiswa.
Manfaatkanlah internet dan komunikasi lewat
e-mail secara optimal. Berlangganan mailing list di forum diskusi arsitektur; men-download
jurnal-jurnal arsitekur baik akademik maupun profesional; mencari informasi beasiswa
maupun kompetisi arsitektur; dan berdiskusi dengan dosen via e-mail, adalah hal-hal
positif yang bisa dimanfaatkan melalui media virtual ini.
Rintislah networking dan koneksi ke segala
lapisan masyarakat selagi dini. Jasa arsitek itu pada prinsipnya sering digunakan karena
kita dikenali langsung oleh calon klien atau dikenalkan oleh koneksi pergaulan kita.
Dengan rajin memulai self-marketing sejak dini, mahasiswa juga dilatih untuk meningkatkan
rasa percaya diri, membangun mental entrepreneur dan mempertajam sifat sosial dalam
pergaulan di masyarakat luas. Hal ini bisa mulai diasah dengan mencoba mencari
proyek-proyek di lingkungan terbatas seperti keluarga, mengikuti kompetisi-kompetisi
arsitektur skala mahasiswa atau memperluas pergaulan sosial diluar dunia desain atau
arsitektur.
Kumpulkanlah seluruh karya-karya sekolah
maupun professional yang baik untuk didokumentasikan ke dalam format portfolio. Portfolio
yang bagus dengan lay-out yang baik biasanya menjadi aspek terpenting dalam penilaian
diterima tidaknya pelamar di dunia kerja profesional. Portfolio juga kadang menjadi aspek
penentu jika kita akan melanjutkan sekolah ke level master untuk bidang desain dan
arsitektur.
Mimpi untuk memenangkan persaingan ketat dan
menembus dunia kerja global bisa dimulai dengan cara meningkatkan computer skills secara
maksimal. Seimbangkan kemampuan sketsa dengan keahlian praktikal program CAD, baik untuk
keperluan drafting maupun 3 dimensi. Pelajari juga semua program komputer yang berkaitan
dengan dunia desain seperti Microsoft Office, Photoshop, Pagemaker, Freehand, Visio,
Dreamweaver, Flash, Accurender, 3D Studio dll. Walaupun begitu, kita harus selalu arif
untuk melihat komputer sebagai alat bantu semata. Output dan kreasi yang dihasilkan
tetaplah ditentukan oleh takaran kreativitas, kerja keras otak, dan design sense yang
dimiliki oleh manusia yang berada di belakangnya. Perdebatan sengit mengenai perlu
tidaknya komputer dipakai secara intensif sejak dini di sekolah arsitektur tidaklah perlu
juga menjadi halangan bagi para mahasiswa untuk terus belajar secara otodidak. Sekedar
catatan saja, 30 sampai 50 orang Indonesia yang menimba pengalaman sebagai desain
profesional di Singapura dan Amerika Serikat hampir semuanya survive berkat kerja keras
dan keahlian komputer mereka.
Penutup
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa efek kapitalisme global ini telah memacu seluruh entitas
ekonomi termasuk dunia arsitektur untuk gigih berkompetisi menghasilkan inovasi-inovasi
profesionalisme yang terbaik. Dampak dari implementasi pasar bebas dengan hukum rimbanya
haruslah kita sikapi dengan melakukan beragam persiapan di berbagai skala kepentingan.
Peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui institusi pendidikan maupun secara
otodidak dan penguatan efisiensi profesionalisme profesi arsitek di Indonesia haruslah
dijadikan langkah strategis dalam menghadapi isu tersebut.
Perbedaan sudut pandang dalam melihat kapitalisme global sebagai ancaman atau kesempatan,
pada akhirnya akan menguji mentalitas jati diri kita yang sebenarnya. Apakah kita memang
memiliki mental petarung atau malah mental pecundang? Kelambatan bereaksi hanyalah akan
menggiring kita menjadi penonton pasif yang hanya bisa menyaksikan gerbong kereta
globalisasi perlahan-lahan mulai menjauh, sampai akhirnya tidak terkejar lagi. Hal ini
persis seperti apa yang diungkapkan oleh Giddens: "Globalisation, some argue,
creates a world of winners and losers, a few on the fast track to prosperity, the majority
condemned to a life of misery and despair".***
*Penulis adalah dosen muda di jurusan arsitektur dan staf di Pusat Studi Urban Desain
(PSUD) ITB.
reddesaintheme
copyrightã2000 prasthadesign
webmaster:
eyes-inc@consultant.com